Judul :
Eragon
Pengarang :
Christopher Paolini
Penerjemah :
Sendra B. Tanuwidjaya
Bahasa :
Indonesia
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Banyak
Halaman : 568
Terbit :
2003
Serial :
Inheritance, buku ke 1
Genre :
Fantasy
Sinopsis :
Suatu hari, seorang
anak miskin berumur lima belas tahun bernama Eragon menemukan sebuah batu keras
berwarna biru yang indah.
Batu itu ternyata
merupakan telur naga yang telah dicuri oleh kaum Varden yang bersekutu dengan
kaum Elf dan Kurcaci dari raja Galbatorix yang jahat.
Telur itu menetaskan
seekor naga betina yang diberi nama Saphira. Sebagai akibatnya, Eragon menjadi
Penunggang Naga baru di masa kini dan harus kehilangan Paman serta rumahnya
selama-lamanya akibat serangan Ra’zac –anak buah Raja Galbatorix- yang mencari
telur naga itu.
Lalu pertualangan pun
dimulai. Eragon bersama dengan Saphira sang Naga dan Borm si lelaki tua penuh
misteri, mengelilingi penjuru negri dengan tujuan awal untuk membalas dendam
pada Ra’zac atas kematian pamannya dan kehancuran masa kecilnya.
Sejalan dengan itu, ia
pun belajar banyak hal mulai ilmu sihir, ilmu pedang dan sejarah kelam
Penunggang Naga yang punah akibat kekejaman raja Galbatorix.
Dalam perjalanan, ia
pun menemukan sebuah fakta bahwa menjadi Penunggang Naga memiliki tanggung
jawab yang besar. Tujuan awal untuk membalas dendam pun teralih untuk
melindungi banyak orang dengan kekuatan besar yang ia dan naganya miliki.
Sementara diperjalanan,
ia pun harus berususan dengan makhluk ajaib seperti elf, kurcaci, Urgal,
Ra’zak, dan Shade.
Sanggupkah Eragon
menjalani petualangan yang tak biasa ini? Sanggup kah ia bertransformasi dari
seorang anak petani biasa menjadi seorang yang bertanggung jawab atas hidup
banyak orang? Temukan sendiri jawabannya pada sebuah karya yang ditulis ketika
pengarangnya berumur lima belas tahun ini. Eragon oleh Christopher Paolini
Review
Serial The Chronicles of Narnia adalah seri novel yang
membuat saya rindu novel-novel fantasi. Bermula dari bertemu secara tidak
sengaja dengan salah satu bukunya di Perpustakaan Wilayah Aceh. Lalu berjuang
menghabiskan waktu hampir sekitar satu jam atau lebih mencari-cari buku dari
seri yang sama di rak-rak yang berisi ratusan bahkan ribuan buku lain. Alur
ceritanya cepat dan gaya bahasa pengarangnya selalu bikin kangen. Kalau sedang
punya banyak waktu senggang, satu bukunya bisa habis terbaca hanya dengan tiga
atau empat jam. Katanya sih The Chronicles of Narnia untuk anak-anak, tapi
kalau udah suka mau dibilang apa. Semenjak itu saya selalu rindu untuk
membaca-baca novel fantasi.
Ada beberapa target buku fantasi yang ingin saya
koleksi. Namun yang utama adalah The
Bartimaeus Trilogy karangan Jonathan Stroud dan The Lord of The Ring karya
Tolkien. The Bartimaeus Trilogy sudah terbeli sekitar tiga bulan yang lalu,
namun belum terbaca karena janji pribadi yang akan “melahapnya” setelah
skripsi. Sedangkan The Lord of The Ring pernah ditemukan pada salah satu
pameran, tapi sayang waktu itu belum ada uang. Dan ketika uang sudah disimpan,
tuh buku gak pernah nongol lagi.
Kembali ke Laptop (kepanjangan nih pengantarnya)
Lalu seminggu yang lalu, karena sangat kepingin baca buku
fantasi, saya pun beranjak ke toko buku untuk lihat-lihat. Lalu menemukan buku
ini di salah satu rak dan merasa familiar dengan judul bukunya. Untuk menepis
keraguan, saya catat judul dan pengarang bukunya lalu balik ke kamar dan baca
reviewnya di internet. Karena salah satu langgangan tukang review saya membeli
rating yang tinggi buat buku ini, maka saya mantapkan hati untuk beli.
Namun sayang, setelah lembar halaman terakhir tertutup,
ekspektasi saya bahwa akan mendapatkan novel yang seru dengan alur yang cepat
tidak terpenuhi. Mungkin bener kata orang, agar tidak kecewa dalam membaca
buku, semestinya kita melepas segala harapan dan ekspektasi yang terbentuk dari
membaca buku sebelumnya.
Dengan ukuran buku yang cukup tebal dan besar, saya pikir akan
banyak kisah seru di dalamnya. Salah satu hal yang paling sering membuat kesal
adalah deskripsi keadaan di mana tokoh berada. Bagi saya pengambaran situasi
terlalu banyak dan bertele-tele. Misalnya, ketika Eragon selaku tokoh utama
berkunjung ke suatu daerah, maka pengarang akan menggambarkan panjang lebar. Belum
lagi ditambah penjelasan yang lebih spesifik tentang rumah, toko, lembah, dan
keadaan kota tempat ia berkunjung. Saya sempat memaki karena hal ini. Ya jelas
lah, buku ini mengambil seting tempat yang sangat banyak, lah mestinya kan
dijelaskan dengan semestinya, gak panjang lebar.
Terlepas dari kekurangan utama yang saya sebutkan diatas,
buku ini sebenarnya cukup seru untuk dibaca. Buktinya, saya habis membaca buku
nan tebal ini dalam waktu kira-kira seminggu.
Selain itu, Saya suka penggambaran Eragon oleh Christopher
Polini. Walaupun ia telah ditakdirkan untuk menjadi penunggang kuda, hal itu
tak serta merta menjadikannya tokoh seperti superman yang bisa segalanya.
Eragon membutuhkan latihan yang menguras tenaga dan waktu untuk menjadikannya
penunggang yang handal. Sungguh manusiawi bukan. Selain itu Eragon digambarkan
melakukan kesalahan, sama seperti kita, yang berujung pada tewasnya orang terdekat
di perjalanan.
Penggambaran tokoh Borm dan Murtagh yang menemani Eragon
sepanjang petualangan ini pun cukup menarik bagi saya. Keduanya penuh misteri
yang membuat Eragon dan Saphira geram akan berbagai rahasia yang disembunyikan
keduanya. Kecuali Murtagh, sampai di akhir cerita hampir semua rahasia mereka
terbuka. Saya suka konsep yang dikemukan secara tak tersirat oleh pengarang bahwa
kekuatan besar yang jatuh pada anak muda seringkali butuh kehati-hatian dalam
penggunaannya. Butuh orang dewas untuk membimbingnya. Bahkan ada banyak hal
yang mesti dirahasiakan pada masa kini untuk diungkap di kemudian hari hanya
karena kecerobohan dan ketidakmampuan masa muda.
Satu hal lagi yang membuat saya “mikir” setelah membaca adalah
fakta bahwa ketika buku ditulis, pengarangnya masih berumur 15 tahun. Sedangkan
saya, gak tau deh ketinggalan dimana.
Walaupun terasa berbelit-belit, novel ini masih mampu membuat
saya untuk penasaran membaca buku selanjutnya dari seri ini. Masih banyak
pertanyaan yang mesti dijawab di novel selanjutnya. Jika tukang review langganan
saya memberi skor 4 dari 5, untuk novel ini saya memberi skor 3,5 dari 5. Andai
oh andai gak terlalu banyak tetek bengeknya..
:D
Aku suka banget sama novel ini, dan kerennya, yang nulis eragon pertama kali mempublish novel ini di usia 15 tahun! salut banget aku sama penulisnya!
ReplyDeleteiya, padahal umur segitu, saya masih main layangan :D
Delete