Tepat pukul 14:15 WIB pada tanggal 4
Desember 2014, masing-masing dari kami meninggalkan tempat ngumpul hari itu.
Tepatnya di sebuah rumah makan di kawasan Lamnyong Banda Aceh. Perpisahan kali
ini cukup unik rupanya, ada beberapa orang yang menangis karena mungkin inilah
akhir dari kebersamaan selama 4 tahun terakhir.
Kami adalah sekumpulan mahasiswa dari
jurusan Bimbingan Konseling Universitas Syiah Kuala. Berbeda dengan mahasiswa
lain yang selalu bertemu teman yang berbeda tergantung dari mata kuliah dan SKS
yang diambil, kami justru berkuliah seperti anak sekolah, bersama sepanjang
tahun. Hal ini dikarenakan karena mahasiswa yang sedikit dan terdapat mata
kuliah yang hampir sama untuk di ambil mahasiswa setiap semesternya. Pembagian
sementara mahasiswa berdasarkan unit/kelas/lokal pada awal-awal kuliah justru
terus berlangsung hingga akhir kuliah. Selama empat tahun kami bertranformasi
bersama dari remaja akhir di masa awal kuliah untuk memasuki masa dewasa
bersama-sama. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan perpisahan terasa
menyesakkan bagi beberapa orang.
Kelas kami penuh warna dan
kebersamaan. Di awal perkuliahan ada sebagian di antara kami mengikrarkan janji
untuk mendukung satu sama lain untuk terus bersama hingga akhir perkuliahan.
Dan akhirnya, walaupun masih ada beberapa mahasiswa yang belum lulus (termasuk
saya) tak satupun dari kami berhenti di tengah jalan. Saya masih ingat ketika
sebagian dari kami memberikan semangat kepada teman lain yang pemalu ketika berbicara
di depan kelas. Tak penting seberapa bingungnya kami mendengar omongan si
kawan, kami selalu memandang dengan senyum ikhlas kepada teman yang kikuk
berbicara dan bertepuk tangan riuh untuk memberikan dorongan setelahnya. Rasa
syukur tiada tara memiliki teman-teman seperti ini.
27 orang mahasiswa di kelas ini
terdiri dari berbagai suku. Hasilnya, kami mengggunakan bahasa yang
berbeda-beda yang terdiri dari empat bahasa, yakni bahasa Indonesia,
Gayo/Takengon, Aceh dan Jamee. Kami sering kali terbagi menjadi
kelompok-kelompok kecil akibat perbedaan bahasa tersebut. Tapi jika sudah
ngumpul, tak ada lagi sekat-sekat suku di antara kami.
Ngeksis di Awal kuliah |
Warna-warni ruang kami bukan hanya
terletak dari bahasanya namun juga terletak dari karakter individunya. Namun
sekali lagi, sekat-sekat perbedaan di antara kami terhapus jika kami bersama.
Akan selalu ada senyum jika Rizna Azri Melda dan Melly Amaliya beraksi. Ujian
akan selalu menyulitkan tanpa Suryani Mursya. Tanpa Muarrief Rahmat kelas kami akan
berantakan. Kami para pria tak akan tau untuk mengganggu siapa lagi tanpa
wanita-wanita pendiam macam Yuni Aklima, Sasa Maulida dan Devi Surasti. Kami
tak akan tau bahwa kami melewati batas tanpa Siti Jariah dan Sri Dwi Budiarti.
Kami akan aman dengan adanya Arisman Juanda dan Khalilurrahman. Para laki-laki
tak akan menyenggol teman sebelahnya di siang penuh kantuk tanpa Intan Juwita
yang masuk kelas dengan terlambat. Ruang kelas tak akan ramai tanpa Afrina
Sarwan, Wattini, Hajjah Salmi dan Putri. Masing-masing mereka sangat berarti,
hanya saja pembahasan tentang mereka akan dirinci lain kali. Seperti ucapan pak
komting pada saat makan-makan terakhir, “seharusnya kita bersyukur atas “kepluralan”
yang ada pada diri kita. Karena itulah kita bersama, karena masing-masing kita
menghargai perbedaan satu sama lain”.
![]() |
Pas tau ada yang foto, langsung belajar |
Kebersamaan ini tak terletak di ruang
perkuliahan saja. Biasanya setiap satu semester sekali kami berwisata
bersama-sama atau makan siang bersama di rumah makan. Terkadang memakai uang
pribadi dan terkadang dibiayai oleh kawan yang beruntung mendapatkan beasiswa.
Salah satu foto makan2 bareng |
![]() |
Salah satu foto buka puasa bareng terakhir |
Saya selalu ingat suatu kejadian lucu
ketika kami semua berlibur ke pantai Lampuuk Aceh besar pada hari rabu yang
cerah. Ketika itu ada seorang bule asal belanda bernama Anita yang tengah sibuk
foto-foto sendirian di pinggir pantai. Kami yang waktu itu masih dipengaruhi
oleh sikap ababil sisa masa SMA pun tak ingin melewatkan untuk numpang Eksis dengan
si bule. Salah satu teman bernama Arisman sangat berantusias mengajak berfoto
namun tak bisa bahasa inggris. Ia bertanya pada saya, “Yong, bahasa inggris
minta Foto bareng apa?”. Saya yang tes TOEFL gak pernah lewat hanya bisa
bilang, “Foto Together”. Tapi ternyata, tanpa mau tau benar atau tidaknya
ucapan tersebut, si kawan benar-benar mengucapkan kalimat tersebut. Jujur,
ketika Arisman mengucapkan kata tersebut, saya sangat berkeinginan
menyembunyikan muka di bawah pasir pantai saking malunya. Namun semuanya
berjalan lancar, dengan sekali anggukan, Arisman pun berdiri di samping bule
dengan gaya khas briptu norman. Dengan beberapa kali ajakan, si Anita pun
bersedia datang ke pondok tempat kami ngumpul untuk berfoto bareng dengan
teman-teman yang lain. Kawan-kawan yang lain tertawa terbahak ketika kami
menceritakan bagaimana cara kami mengajak si Bule Foto bareng. Sejak itu,
terlepas dari benar atau tidaknya, kata Together
sudah menjadi slogan kami bersama. Waktu itu, kelakuan kami memang seperti
anak SMA. Namun jika karena itu kami
bisa tersenyum bersama, menjadi anak SMA pun tak apa-apa.
Mau ngeksis, bule pun dianggap artis |
Meminjam istilah Muarief, "waktu masih gadis" |
Seseorang pernah berkata bahwa "perasaan" timbul sejalan dengan kebersamaan dan hilang karena pengabaian. Rasa
kebersamaan ini timbul dari interaksi kami sehari-hari dan jalan-jalan di
kemudian hari. Beberapa hal tak terlupakan seperti Enaknya Ayam berlapis kecap
yang kita nikmati di bawah terik pantai lampuuk, lezatnya ikan panggang di
pantai cemara, manisnya buan durian di belakang perpustakaan unsyiah, hausnya
sehabis makan nasi goreng bareng di kelas dan pedasnya makanan di rumah makan.
Dan yang paling membuat senyum adalah terbongkarnya beberapa skandal akibat
niru permainan Truth or Dare di
pondok kayu Pantai Cemara.
Si Dwi bilang, "iiih, kok truth or dare nya tentang cinta2an mulu, aku kan jomblooo" |
ngemil bareng |
Sebagian dari kita mungkin sering
bertanya kepada lawan bicara, “masa apa bagi mu yang paling indah?”. Jawaban
kita pun akan berbeda satu sama lain. Lalu apakah masa kuliah ini indah bagi
kita atau minimal bagi saya?. Jawabannya tentu saja iya. Namun jawaban tersebut
tidak bermaksud menafikkan bahwa masa sebelum kuliah tidak indah. Semua terasa
indah, hanya saja kita masih bisa merasakan indahnya masa kini sebab belum lama
berlalu. Semua indah pada saatnya dengan cara pandang yang berbeda-beda. Senyum
kita akan merekah ketika membayangkan bahwa kita pernah nangis karena dijahili
teman SD dulu. Masa SMP membekas karena disitulah letak cinta pertama. Masa SMA
membekas dengan segala tingkah kocak masa remajanya. Dan masa kuliah pun
berkenang dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah di saat kita cinta pada satu
orang maka ia adalah orang paling cantik dan ganteng di dunia. Bukankah Harumnya
bunga begitu terasa ketika di dekatnya.
jangan tertipu, beberapa cuma numpang eksis,, pura-pura bisa bakar ikan :D |
Ngeksis lagi... |
Saya selalu membayangkan bahwa
kebersamaan kita pada satu kelompok bagaikan butiran pasir di pinggir pantai. Semua
butir pasir berpindah dari satu tempat ke tempat lain tergantung besarnya hantaman ombak,
tiupan angin, berat butiran pasir dan faktor-faktor lain. Satu butiran pasir menetap dan “mengenal” pasir-pasir lain disekelilingnya hanya untuk berpindah dan
mengenal butiran pasir di sisi lain pantai . Kita sudah bersama dalam sebuah kelompok butiran pasir
yang kita beri nama lebay yaitu, “BK B Together”. Dan sama seperti waktu-waktu
di masa lalu, inilah saatnya kita menemui kelompok butiran pasir yang lain di
pantai yang indah ini. Atau bagi yang beruntung, inilah waktunya mencari
pasangan untuk mengarungi pantai bersama-sama.
Kita berasal dan menuju tempat yang
berbeda. Walaupun terasa menyakitkan, perpisahan selalu tak bisa dielakkan
selama masih ada yang namanya pertemuan. Ini seperti dua sisi mata koin. Dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Sampai jumpa di lain waktu kawan. Perpisahan hanya
suatu awal untuk menjalin hubungan dengan jalan yang berbeda dari sebelumnya.
Mari terus bersapa agar rasa bersama tak hilang
ditelan masa.
No comments:
Post a comment