Suasana hati berubah drastis
ketika tanpa kum dan lam seseorang
membuka pintu kamar dengan cepat. Seketika rona wajah itu berubah karena tak
ingin dianggap orang gila yang senyum sendiri di kamar. Menyadari siapa yang
berdiri di bawah kusen pintu, hati ini merasa resah karena diganggu
ketentramannya. Ternyata dia, kawan kamar sebelah yang terkenal dengan bacotannya.
“Kok senyum sendiri?”, tanyanya
sambil berkacak pinggang di pinggir pintu. “Baca Apa?”
“Novel”. Jawaban ketus rasanya
cocok untuk orang seperti ini.
“Novel apa?”, tanyanya lanjut
sambil masuk mendekat ke sisi ranjang tempatku bersandar.
Merasa bahwa interogasinya akan
berjalan panjang, kulipat sudut buku untuk menandai bacaan terakhir, lalu ku
perlihatkan cover buku padanya dengan hati kesal. “A Thousand Splendid Suns”.
Wajah sinis terpancar dari
wajahnya. “Novel kok dibaca? gak ada manfaat!!!”.
Sindirannya mencipta gemuruh di
dada, hampir saja saya mengusirnya keluar kamar apabila dia tidak bangkit dari
ranjang. Sok tau banget ni orang. Dengan rasa tanpa bersalah telah mengusik
ketenangan orang, ia beranjak berdiri dan mendekati dua baris buku yang ku atur
di atas lemari.
Sambil melihat-lihat tumpukan novel
terjemahan dan novel karya penulis dalam negeri di bagian sebelah kiri, ia lalu
bertanya, “ini novel semua ya? Beli apa pinjam?"
“beli”, jawabku ketus agar ia
paham bahwa aku ingin ia keluar kamar saat itu juga.
“Buang-buang uang, gak ada
gunanya!!”, jawabnya kembali tanpa pikir panjang dengan ekspresi datar penuh
keyakinan.
Cukup sudah, karena merasa
tersinggung maka terjadilah perdebatan ngalor
ngidul tanpa solusi. Dia menyarankan untuk baca buku ensiklopedia
seolah-olah cuma dia yang baca. Dia menyarankan untuk baca buku sejarah
seolah-olah dia saja yang suka. Lalu karena merasa si teman tidak mendengarkan
apa yang saya katakan. Saya membiarkan dia berbicara sesuka hati. Dan karena
sudah bosan ngomong tanpa ada yang peduli, ia keluar kamar dengan sendirinya. Hanya
menghabiskan tenaga berdebat dengan orang yang tak mau mendengar lawan
debatnya.
Tak ada gunanya membaca novel.
Begitu sok taunya si kawan dalam mengambil kesimpulan. Padahal ketika ditanya,
tak satu pun ia pernah membaca novel. Memang tak diragukan lagi manfaat
keilmuan dari buku yang disarankan si kawan, tapi rasanya terlalu naïf dan
bodoh menyatakan novel tak bermanfaat sedangkan dia belum satu pun membacanya.
Ibarat membenci sesorang padahal kita belum tau apa-apa tentangnya.
Namun apakah membaca novel
merupakan kegiatan tanpa manfaat. Bagi pecinta novel, saya jawab “TIDAK”. Bagi
saya ada beberapa manfaat yang saya dapat dari membaca novel. Bahkan ada
beberapa manfaat yang tidak didapatkan dari membaca buku atau tulisan jenis
lain. Berikut adalah paparan saya tentang manfaat novel.
1. Hiburan
Novel sebagai
hiburan tak dapat diragukan lagi. Sama seperti kita menonton Film dan
mendengarkan musik. Dan karena tidak diragukan lagi, pembahasan poin ini kita
cukupkan sampai disini.
2. Memperbaiki
bahasa
Seorang dosen
mata kuliah ilmu sosial budaya dasar pernah berkata, “kalau kamu ingin
memperbaiki bahasa bicaramu, bacalah novel”. Dan bagi saya petuah dosen ini sangat
benar adanya. Membaca novel “menyadarkan” kita untuk memilih kata-kata yang
bermakna dan mudah dimengerti orang banyak. Dalam novel kita akan sadar bahwa
sebuah kalimat bukan hanya susunan kata dan huruf-huruf. Sebuah kalimat
memiliki unsur ide dan rasa. Pemilihan kalimat yang salah bisa ditangkap
berbeda dan menyinggung perasaan orang lain. Secara tidak langsung, membaca
novel yang tebalnya beratus-ratus halaman mengajarkan kita untuk memiliki
sensitifitas dalam memilih bahasa. Dan sensitifitas dalam memilih kata ini
sering dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu,
membaca novel dapat menambah pembendaharaan kata. Kita akan menemukan kata-kata
baru yang membuat kita memiliki banyak pilihan kata dalam perbincangan
sehari-hari. Untuk yang kesimpulan yang satu ini, beberapa teman yang hobi baca
novel juga mengiyakan.
3. Melunakkan
orang yang keras kepala dan mau menang sendiri
Sikap keras
kepala dan menang sendiri sering disebabkan karena kita kurang mampu berpikir
dan merasa dari sudut pandang orang lain. Memaksakan kehendak timbul karena
kita hanya paham atas apa yang kita mau tanpa mau paham apa yang diinginkan
orang. Disinilah manfaat novel dalam melembutkan
sikap orang yang keras kepala.
Dalam novel sering
terdapat kata ganti orang pertama tunggal
(aku/saya) yang menjadi tokoh utama. Dalam lembaran awal sampai akhir
novel, kita “diwajibkan” untuk melihat dan merasa dalam perspektif orang lain.
Bahkan banyak juga novel menyediakan tokoh “aku” yang berbeda dari satu bab ke
bab yang lainnya. Pembaca “dipaksa” untuk berpikir dan merasa dari kepala yang
berbeda-beda dari satu buku yang sama. Terus menerus membaca novel dapat
membuat kita sadar bahwa dunia ini tidak hanya tentang kemauan kita saja. Membaca
novel dapat melatih kita untuk melihat dari sudut pandang orang lain. dalam
kehidupan sehari-hari hal ini sungguh bermanfaat.
4. Mempertajam kemampuan analisis
Manfaat inilah
yang membuat saya sangat suka dengan novel kriminal. Bukan karena adegan keji
berdarah-darahnya. Saya suka dengan analisis mendalam dari seorang detektif,
komisaris atau polisi dalam memecahkan suatu kasus. Seringkali pemecahan kasus
tidak hanya berfokus pada barang bukti, olah TKP dan alibi pelaku, melainkan
pada hal-hal yang lebih rinci seperti intrik wawancara saksi yang mendalam
sampai pendalaman tingkah laku dari setiap tokoh yang diduga sebagai pelaku. Selain
itu, ending yang tak tertebak menyadarkan
kita untuk lebih hati-hati dalam mengambil kesimpulan dan mempertimbangkan
segala aspek.
Dalam sisi
tulisan pun seringkali kita membalikkan lembaran kertas untuk membaca ulang
tulisan sebelumnya untuk memahami lebih lanjut penggunaan maksud dari penulis
novel.
Bagi saya,
membaca beratus-ratus halaman dan beberapa jenis buku serupa seperti melatih
diri sendiri untuk berfikir lebih teliti.
5. Ilmu
Jangan berfikir
bahwa novel tidak memberikan informasi sedikitpun. Walaupun sebagai hiburan,
novel pastinya memberikan banyak informasi karena setidaknya cerita yang
diangkat selalu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Saya tau dari sebuah novel
petualang bahwa apabila seseorang jatuh dari ketinggian kita diharuskan
mengecek apakah dia tidak mengalami patah tulang belakang dengan memastikan si
korban masih merasakan bagian tubuh dibawah pinggangnya. Saya paham tentang
pentingnya teman dekat dari sebuah novel persahabatan. Saya setidaknya sedikit paham untuk membaca
raut wajah seseorang pada novel haru biru yang memainkan emosi.
Semua jenis buku pastinya
memberikan manfaat dengan caranya masing-masing. Semuanya tergantung keinginan kita
untuk membacanya atau tidak. Terasa janggal apabila kita mengambil kesimpulan
tanpa mengenal lebih dulu.
Note: Setiap buku mewakili isi
kepala dari penulis buku. Rentetan kata-kata dan kalimat didalamnya mewakili
ide yang ingin disampaikan penulis. Disinilah perlu kejelian dan kehati-hatian
pembaca. Perlu memproteksi diri dari ide-ide yang berlawanan dari keyakinan dan
norma-norma yang berlawanan dalam kehidupan sehari-hari.
Setuj..! Ada satu kutipan yang pernah kakak baca tapi lupa siapa punya. Katanya begini "Kita tidak bisa membenci sesuatu yang tidak kita kenal, bahkan pada matahari yang berubah jingga disaat senja.
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya ada yang setuju juga,, wwkwkwk
Deletemenginspirasi..! jd semangat bca novel & mengambil hikmahnya, setuju jg dgn kak Ica..
ReplyDeleteAyo, mari baca novel :D
DeleteGue gak peduli apa kata orang..
ReplyDeleteGue pencinta novel, senikmat rasa ketika berbuka puasa.
hehe :)
Deletebisa bangkrut kelo menu bukaannya novel terus kalo puasa nanti :)