Kenangan merupakan sesuatu yang
membuat kita tersenyum tanpa sebab. Mengingat dan mengenangnya merupakan suatu
bentuk kerinduan kepada orang-orang yang pernah lewat dalam hidup kita.
Kenangan merupakan sebuah bukti bahwa kita dan mereka pernah bersama.
Selaku seseorang yang masih
berstatus sebagai mahasiswa, saya terkadang mengenang masa S3 (SD, SMP dan SMA).
Betul kata para pujangga, “sesuatu terasa
lebih berharga ketika sudah tiada”. Padahal ketika melaluinya semua terasa
biasa saja. Sebagian kita pada masa kecil tentu pernah mengalami hal yang
kurang menyenangkan. Di hina, berkelahi, atau mungkin di keroyok. Tapi apakah
hal-hal itu membuat kita muak mengenang masa lalu?. Ternyata tidak. Kejadian
seburuk apapun di masa kecil selalu dapat menyunggingkan senyum di masa kini.
Seolah-olah yang kita kenang itu orang lain. Bagaikan melihat Film di TV hitam
putih.
Dan diantara kenangan itu,
sebagian dari kita sepakat bahwa kenangan terindah kita adalah SMA. Sebuah masa
hingar bingar remaja. Sebuah masa yang tak bisa dilupakan. Tapi bagi saya, masa
indah itu adalah masa SMP. Ya, berbeda memang. Tapi alasannya sama. Karena masa
SMA bagi kalian dan masa SMP bagi saya memiliki banyak cerita untuk dikenang. Saya
selalu terkenang masa SMP, ketika bepergian entah kemana dengan kereta api sepulang
sekolah, kadang ke bogor, Jakarta pusat, Pasar Minggu dan lain-lain. Saya
selalu terkenang ketika bertamasya ke Kota Tua, melihat benda-benda bersejarah
yang hanya selalu kita lihat di buku sejarah ketika berkunjung ke museum Gajah
(Fathahillah), museum keramik, naik busway, berkunjung ke monas. Sebuah
pengalaman luar biasa bersama mahluk-mahluk kecil lainnya. Mahluk kecil dengan
seragam putih biru. Pengalaman yang sungguh membuka mata dan wawasan. Masa yang
sangat indah.
Beberapa tahun telah berlalu dan
sekarang saya di sini. Di ujung dari sebuah proses perkuliahan. Sebuah proses
yang telah mewarnai hari beberapa tahun terakhir ini. Hanya tersisa satu mata
kuliah lagi yang membuat saya masih berjumpa dengan teman kuliah.
Dan terkadang, ketika dalam proses perkuliahan berlangsung, saya melihat ke sekeliling
ruangan, dan sambil menyunggingkan senyum lalu berucap dalam hati, “beberapa
tahun lagi, saya akan rindu situasi ini”. Sebuah aktifitas simple untuk merekam
masa-masa terakhir dijenjang perkuliahan. Karena nantinya saya tak akan disini
lagi dan akan rindu masa perkuliahan dengan segala warna-warninya.
Dan apakah kenangan masa kuliah
akan sama indahnya dengan kenangan masa sekolah, hanya waktu yang bisa menjawabnya. Tugas kita membuat cerita selagi masih ada waktu untuk di kenang
di masa depan. Membuat cerita bahagia untuk dikenang dimasa tua nanti.
Namun tak selamanya hidup
berjalan bahagia, begitu juga pertemanan. Terutama diakhir akhir perkulihan
seperti sekarang ini. Semua itu berpunca pada satu kata yaitu skripsi. Semua
berlomba –lomba menyelesaikan skripsi dengan cepat. Dan pertemanan itu diuji
ketika teman atau sahabat kita telah maju didepan dan kita masih tertinggal di
belakang. Hal ini tergambar dengan baik dari salah satu dialog pada film tri
Idiot yang berbunyi, “kami memahami
satu lagi tingkah laku manusia, jika teman mu gagal, kau akan merasa sedih. Tapi
jika temanmu menjadi yang terbaik, kau akan lebih sedih”. Melihat
kiri kanan teman sejawat yang sudah seminar, bikin khawatir gelisah tengah
malam. Kadang-kadang cemburu dengan mereka, soalnya saya merasa kalau saya tak bego-bego amat. Cemburu, iri, dan sikap
negative terus saja berseliweran. Ya, pandangan negative pada kawan sendiri. Namun
perlu dipahami bahwa sikap ini tak lebih dari sekedar rasa takut dan
kekecewaan pada diri sendiri. Namun dilampiaskan pada orang lain. Suatu bentuk
dari ketidakinginan kita mengakui kelemahan diri. Dalam ranah psikologi, ini
disebut dengan mekanisme pertahanan ego. Sebuah pertahanan untuk menghindari
rasa “sakit” atau kecewa dengan menyalahkan orang lain diluar diri. Sikap atau perasaan ini lumrah adanya, namun
yang tak lumrah adalah ketika kita tak berusaha mengendalikannya. Mungkin sebagian
pembaca dan kawan-kawan juga pernah merasakannya.
Namun haruskah pertemanan ini di
rusak hanya dengan sikap iri hati?.
Jawabannya tentu saja tidak. Terlalu
berharga kebersamaan itu untuk dirusak oleh pikiran buruk. Maka tugas kita
adalah mengendalikan pikiran negative itu. Mengutip sebuah perkataan yang saya
tak ingat dari mana sumbernya, “jika badanmu sakit, kamu perlu usaha
menyembukannya dengan berkunjung ke dokter dan membeli obat, namun jika jiwa mu
sakit, hanya perlu kemauan untuk merubahnya”
Bagi saya, Semua ini hanya
permainan tiga kata. Sakit, nafsu
dan akal. “sakit” adalah segala sesuatu yang membuat kita tak nyaman, sedih ,
cemas dan sebagainya. “Nafsu” adalah dorongan dalam diri untuk membuat diri
kita nyaman, bahagia, tentram dan lain-lain. sedangkan “akal” adalah pengontrol
nafsu. Sebagai contoh,
1. Untuk
menghindari rasa lapar (sakit), seseorang memiliki keinginan untuk makan
(nafsu). Namun yang tak normal adalah makan berlebihan (akal).
2. Untuk
menghindari rasa bosan (sakit), rasanya normal bagi kita mencari hiburan dengan
bermain video game (nafsu). Namun yang tak normal ketika tak mampu
mengendalikan keinginan main video game berlebihan (akal).
3. Untuk
menghindari rasa kecewa karena merasa tertinggal (sakit), hal yang lumrah kalau
kita iri dan berfikir negatif kepada teman sendiri (nafsu). Namun tak normal
ketika tak mampu mengendalikan sifat itu (akal).
Diakhir tulisan, satu hal yang
perlu kita pahami bersama adalah sesuatu terasa biasa ketika dijalani, namun
akan terasa indah ketika segalanya telah berlalu. Mari
kita kendalikan sifat buruk yang merusak masa ini demi kenangan
indah dihari esok.
berkunjung, kenangan agar ia tak menguap begitu saja..tulislah kenangan itu, kelak anak cucu akan membacanya :)
ReplyDeleteSetuju sama kak meutia rahma :)
Delete