Sebagian orang mungkin tak habis fikir dengan saya kenapa begitu
seriusnya saya mendukung Pak Anies. Bahkan salah satu teman saya pernah
berkata, “uang gak dikasih, mau aja dikadalin”. Maklum sih, karena bagi
sebagian besar kita, politik erat kaitannya dengan uang.
Tak logis bagi mereka. Tapi bagi saya sih lumrah saja. Dalam ilmu
psikologi, tingkah laku saya ini tak lebih dari kombinasi tiga aspek sikap.
Kognitif (informasi), afektif (perasaan), dan behavior (tingkah laku). Untuk
memahaminya dengan mudah, mari kita lihat contoh berikut:
Saya tau kalau harimau merupakan binatang buas (kognitif). Karena
saya tau harimau binatang buas, saya takut dengan harimau (afektif). Dan karena
saya takut pada harimau, saya pun menjauhinya (behavior)
Contoh lain
Berdasarkan pandangan saya, wanita itu cantik (Kognitif). Dan
karena dia cantik, saya suka padanya (afektif). Dan karena saya suka padanya,
saya pun mengejarnya (behavior).
Sikap saya ini merupakan gabungan dari tiga aspek psikologis tersebut. Kekaguman lah (afektif) yang membuat saya dan 20000 ribu orang lainnya bersedia mengenalkan Pak Anies
tanpa dibayar. Namun informasi (kognitif) apakah yang membuat saya kagum (afektif) pada
Pak Anies, dan bersedia mengenalkan beliau kepada orang banyak (behavior).
Berikut adalah beberapa kesimpulan yang saya buat:
1. Perbedaan antara ingin dan siap
“Harus dibedakan antara ingin dan siap. Yang hari ini begitu
banyak di Indonesia adalah orang yang berkeinginan jadi presiden. Berkeinginan
jadi presiden konsekuensinya apa?. Yang difikirkan Cara menjadi presiden.
Sementara kalau yang siap, orang-orang yang bersiap. Yang dipikiran adalah apa
yang harus dikerjakan, apa yang harus dijalankan. Agenda-agenda apa yang
penting.”
Itulah jawaban pak Anies Baswedan ketika ditanya oleh Najwa Shihab
tentang apakah beliau berkeinginan menjadi Presiden. Sebuah jawaban cerdas yang
dijawab dari hati. Dan dibuktikan dalam perbuatan. Beliau tidak berkeinginan
jadi presiden, maka beliau tidak masuk partai atau mendirikan partai. Bahkan
beberapa bulan sebelum surat undangan konvensi Capres Demokrat sampai, jawaban
beliau tetap sama, beliau tak berkeinginan jadi presiden. Dan ketika
ditawarkan/diundang untuk mengikuti konvensi capres partai Demokrat, beliau
siap. Setiap warga Negara ketika diamanatkan untuk mengabdi pada Republik,
semuanya harus siap. Sungguh jawaban yang tulus.
2. Berbuat karena hati, bukan karena kekuasaan
Pemimpin yang baik bukan pemimpin yang telihat ketika ada maunya
saja. Pemimpin sejati tetap berbuat dengan atau tanpa iming-iming kekuasaan.
Pak Jusuf Kalla merupakan orang yang saya kagumi dalam hal ini. Beliau tetap
berbuat meskipun tanpa kekuasaan. Setelah selesai menjabat sebagai wapres,
beliau menjabat sebagai ketua PMI dan Ikatan Masjid Indonesia. Padahal dengan
perusahaan yang beliau miliki, beliau bisa saja santai-santai dipekarangan
rumah menikmati masa tua.
Bagi kita yang tidak mengetahui nama Anies Baswedan dan baru
melihat beliau di tahun 2014 tentu menyamakan beliau dengan para capres
lainnya. “keliatan waktu ada maunya aja”, mungkin itu sebagaian pendapat orang.
Namun untuk diketahui –jika Pak JK tetap tampil setelah berkuasa- Pak Anies
tampil jauh sebelum pesta demokrasi dimulai. Beliau sudah berbuat semampu yang
beliau bisa. Beliau adalah penggagas Gerakan Indonesia mengajar yang mengirim
anak-anak terbaik bangsa untuk mengabdi setahun di perkampungan yang terpencil.
Beliau adalah penggagas Kelas Inspirasi. Beliau pernah menjadi ketua komite
etik KPK, anggota TIM 8 dan lain-lain
3. Niat yang baik, awal yang baik
Banyak para caleg yang memainkan politik uang dalam merebut suara
dari para pemilih. Maka tak heran jika terbentuk konsep “wani piro”
setiap ada caleg yang mendekat. Kita tau bahwa menjadi Capres dan Caleg
membutuhkan biaya yang besar. Jutaan bahkan Miliaran Rupiah mesti menguap untuk
mendapatkan jabatan yang diinginkan. Selanjutnya kita tau efek yang terjadi. Ketika
terpilih, semua berlomba-lomba untuk balik modal. Yang mengeluarkan uang
sendiri berusaha balik modal lewat jalur korupsi. Yang berhutang pada
pengusaha, berusaha untuk membayar dengan pembagian jatah proyek, pengurangan
pajak dan manipulasi lainnya.
Hal inilah yang disadari oleh pak Anies Baswedan. Oleh karenanya
beliau tidak merogoh kocek yang banyak untuk menyampahi sudut kota dengan
poster-poster dan baliho. Pernahkah anda melihat satu lembar baliho Pak Anies
di kota anda? Pernahkah anda melihat iklan tentang Pak Anies di TV-TV?. Hal ini
karena beliau sadar, “berhutang, pasti akan ditagih”. Dan beliau tak mau
membayar hutang dengan uang rakyat.
Oleh karena itu, Beliau mengkampanyekan dirinya lewat media sosial
dengan bantuan Relawan Nol rupiah yang sekarang bejumlah 20000 orang diseluruh
tanah air. Sebuah kampanye bersih dan inspiratif. Bersih karena tak melibatkan
politik uang. Inspiratif karena mampu menggerakkan 20000 orang tak berbayar
dalam sebuah ranah yang kotor.
4. Prestasi yang super
Wah, kalau yang ini cukup banyak yang bisa saya tulis. Beliau
memiliki cukup banyak prestasi dan penghargaan Nasional dan
Internasional. Dan karena banyaknya, silahkan tanya pada Mbah Google. Keriting
tangan saya kalau nulis prestasi beliau satu-satu. hehe.
5. Gaya kepemimpinan
Masa kampanye merupakan masa obral janji bagi para Caleg dan
Capres. Mereka berkata “pilihlah saya dan saya akan menyelesaikan masalah
anda”. Janji Para caleg dan Capres seperti ini sudah lama kita dengar, bukan
hanya pada masa pemilu kali ini. Mereka bersikap seolah-olah dewa yang
menyelesaikan masalah. Apakah mereka dewa?. Jawabannya tentu saja tidak. Mereka
adalah manusia biasa yang bertitel pemimpin. Dewa
beraksi sendiri tak perlu bantuan manusia. Berbeda dengan pemimpin. Pemimpin
itu mengontrol, mengajak bekerja bersama-sama. Kepanitiaan kecil saja
membutuhkan kerjasama antara anggota, ketua bidang dan ketua panitia. Apalagi
memimpin provinsi dan Negara. Butuh kerja sama antara penyelenggara Negara dan
rakyat. Sedikit contoh dari jakarta. Tau kenapa jakarta masih banjir? karena
rakyatnya tak diajak kerja sama untuk membuang sampah pada tempatnya. Segudang
program untuk mengatasi banjir tak akan berguna kalau rakyatnya masih membuang
sampah sembarangan.
Oleh karenanya, gaya kepemimpin yang ditawarkan Pak Anies Baswedan
adalah gaya kepemimpin yang menggerakkan semua orang untuk sama-sama turun
tangan menyelesaikan masalah bangsa ini. Karena Negara seluas Indonesia tak
akan mampu diurus oleh satu orang. Pemimpin yang yang dibutuhkan negeri ini
adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan menggalang dukungan massa. Dan kemampuan
inilah yang dimiliki Anies Baswedan. Beliau mampu menggerakkan ribuan anak muda
berprestasi untuk mengajar setahun dipedalaman. Beliau mampu menggerakkan para
pekerja profesioanal untuk bergabung dalam gerakan kelas Inspirasi. Dan yang
terakhir, beliau mampu menggerakkan 20000 orang untuk masuk dalam politik
bersih dan tanpa uang untuk mendukung beliau maju sebagai Presiden.
No comments:
Post a comment